Sunday, June 3, 2007

Membekali Siswa Sejak Dini Dengan Keterampilan dan Kecerdasan Berkomunikasi

Integrasikan Life Skill dalam Kurikulum
Kemampuan akademik belum cukup untuk membekali siswa. Keterampilan dan kepandaian berkomunikasi juga sangat dibutuhkan. Sebagian sekolah telah menanamkan materi yang biasa disebut dengan life skill atau soft skill itu sejak dini.

BAMBANG geleng-geleng kepala karena tak habis pikir. Guru SD Al Hikmah Surabaya itu menerima kabar bahwa kawannya memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Padahal, gajinya mencapai belasan juta rupiah perbulan. "teman saya itu keluar karena tidak mampu berkoordinasi dengan kawan-kawan satu timnya," kata pria yang sudah delapan tahun mengajar bahasa Indonesia itu.

Dia mengakui, selama ini sekolah kerap hanya fokus pada persoalan akademik siswa. Kemampuan yang diberikan hanya bersifat teknis atau keilmuan menyangkut pekerjaan kelak. Sementara bidang-bidang lain yang menyangkut bekal komunikasi di kehidupan nyata sering terlupakan. "Pembelajaran tidak hanya ditekankan pada kemampuan akademik. Harus dipahami bahwa Penanaman life skill sangat penting. Dan itu harus dilakukan sejak dini," imbuh bapak satu anak itu.

Tak ingin hal serupa terjadi pada siswa-siswinya kelak, Bambang selalu memutar otak bersama guru yang lain untuk menyusun pembelajaran yang di dalamnya termasuk penanaman life skill. Pemikiran itu didasarkan pada pertimbangan bahwa sebagian besar waktu anak dihabiskan di sekolah. Apalagi banyak orang tua siswa yang merupakan pekerja super sibuk.

Martadi MSn, pakar pendidikan dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), menerangkan bahwa secara umum life skill dibagi dua, yakni generik dan spesifik. Generik mencakup kecapakan personal dan sosial, serta kecakapan berkomunikasi dan bekerja sama. Kecakapan life skill generik inilah yang harus diberikan sejak dini. Guru harus kreatif menyusun kegiatan. "Sedangkan life skill spesifik sudah termasuk dalam ranah menghadapi pekerjaan. Yakni akademik dan vocational atau kejuruan," katanya.

Apa yang diungkapkan Martadi tersebut sudah pula diterapkan beberapa sekolah di tanah air. Salah satunya adalah SD Al Hikmah Surabaya. Full day school tersebut mendesain kegiatan sekolah sesuai dengan tujuan penerapan life skill yang ingin dicapai. "Biasanya kami masukkan langsung pada Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang kami susun setiap hari," kata Bambang .

Untuk life skill dasar, biasanya guru ingin agar siswanya mampu bekerja dalam tim, mampu memberi penghargaan terhadap sesama, cinta lingkungan, keberanian, kemandirian, tanggung jawab, dan penanaman budi pekerti. "Integrasi penanaman life skill dengan kurikulum akan lebih mudah apabila kita menggunakan model pengajaran bertema," ungkapnya.

Banyak contoh penanaman life skill yang telah dilakukan oleh sekolah tersebut. Sebagian besar bersifat outdoor. Misalnya, menanam tanaman obat keluarga (toga). "Kami integrasikan dengan pelajaran sains. Belajar tanaman obat sekaligus menanamkan life skill," kata Guru Kontributif Jawa Timur pilihan Konsorsium Pendidikan Islam (KPI) itu.

Dalam kegiatan tersebut, siswa kelas dua dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok harus bertanggung jawab atas satu tanaman yang ditanam hingga tumbuh besar. Dari kegiatan kelompok tersebut, para siswa akhirnya berinteraksi. Siswa yang memiliki bakat kepemimpian akan menonjol karakternya. Yang pendiam, awalnya memang mengalami kesulitan untuk berbaur. "Kalau sudah begitu, guru turun untuk memotivasi, sebagai fasilitator. Kami meminta sang ketua untuk melibatkan siswa yang kurang aktif," tuturnya.

Tak berhenti hingga taraf penanaman, sekolah juga meminta anak untuk membikin laporan pertumbuhan tanaman. Bahkan, ketika tanaman sudah dipanen, para siswa diminta untuk membikin bazar di sekolah dan menjual obat mereka kepada orang tua. Mereka diminta mandiri untuk menawarkan dan melayani. "Dengan cara itu, pembelajaran sudah memberikan dua bekal. Yakni akademik dan life skill," katanya.

Menurut Bambang, melalui kegiatan kerja sama dalam tim, sifat-sifat anak akan terungkap. Guru akan mengetahui siapa saja yang memerlukan motivasi lebih. Setelah itu, sekolah akan menyampaikan kepada para orang tua.

Kegiatan outdoor untuk menumbuhkan life skill pada siswa juga dilakukan SD Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya (SAIMS). Untuk program yang mereka namai character building, sekolah menyiapkan leadership camp. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok dan diminta menginap di sekolah. "Mereka diuji untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik. Apabila mereka pemimpin, jadilah pemimpin yang baik," papar Dwipriyo Setyowahono, kepala sekolah.

Melalui kemah di sekolah, siswa akan menikmati pengalaman baru. Misalnya, bagaimana rasanya mengantre mandi, mengatur jadwal tidur agar esoknya tak kesiangan, serta belajar kemandirian lain. "Yang juga kami tekankan adalah sosialisasi dengan komunitas lain," imbuhnya.

SAIMS juga melakukan kegiatan home stay. Caranya, sekolah menitipkan para siswanya di rumah-rumah warga. Sebuah lokasi biasanya mereka pilih pada saat liburan

Home stay adalah salah satu kegiatan andalan sekolah tersebut dalam menggodok mental siswa. Dengan kegiatan itu, lanjut Dwi, siswa akan belajar menghargai orang lain dan beradaptasi. "Guru memang harus menjadi garda terdepan untuk menyukseskan program tersebut. Karena itu, Ide-ide baru harus selalu ditelorkan," katanya.

Setelah pelaksanaan program life skill, para guru tak boleh tinggal diam. Guru harus mampu memetakan siswa. Misalnya, apakah siswa yang semula dianggap kurang di suatu hal sudah mampu memperbaiki kekurangan? "Laporan biasanya ditulis dalam ketuntasan ketrampilan khusus," kata Bambang. Setelah guru mengambil kesimpulan mengenai perkembangan siswa. Guru tak boleh lupa untuk juga menyampaikan pada orang t

 

No comments: