Memecahkan Sembilan Persoalan Pendidikan melalui
Grand Design Bikinan Jatim
Grand Design Bikinan Jatim
Kurikulum Sesuai Karakter Daerah
Jawa Timur merupakan provinsi yang pertama kali menyusun grand desain pendidikan untuk jangka waktu hingga 2025. Berbagai problem pendidikan di telah dipetakan. Serangkaian solusi ditawarkan untuk mengembangkan arah pendidikan di Jawa Timur.
----------------------------
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur melihat ada tiga persoalan pokok pendidikan yang mendesak untuk di pecahkan. Pertama, angka buta aksara yang mencapai 4.519.681 orang. Rinciannya, laki-laki 1.409.316 dan perempuan 3. 110.365. Jumlah itu menempatkan Jatim sebagai provinsi yang memiliki penduduk buta aksara terbanyak di Indonesia
Permasalahan kedua adalah belum sesuainya kualitas guru dengan tuntutan UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Terkahir, belum meratanya peningkatan mutu pendidikan. Namun, sejatinya ada sembilan persoalan yang dibahas dalam grand design pendidikan Jawa Timur (selebihnya lihat grafis). Semua telah disosialisasikan kepada para kepala dinas pendidikan kabupaten/kota se-Jatim di Batu, Malang beberapa waktu lalu.
Berbagai masukan dari kepala dinas pendidikan ditampung waktu itu. Universitas Negeri Surabaya (Unesa) sebagai penyusun grand design pendidikan merumuskan kembali konsep plus masukan yang diberikan. Hasilnya disosialisasikan lagi ketika Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) melalui teleconference yang dilakukan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur bersama sepuluh bupati kota/kabupaten Jawa Timur pada 2 mei lalu. Di antaranya, Surabaya, Lamongan, Gresik, Malang, Batu, Probolinggo, Pasuruan, dan Situbondo.
Grand design pendidikan Jawa Timur dibagi menjadi empat periodisasi panjang dalam penyusunan setiap program. Pertama, periodisasi 2006-2010 dipioritaskan untuk peningkatan kapasitas dan modernisasi. Kedua, periode 2011-2015 untuk pemantapan dan implementasi semua program untuk jenjang pendidikan atas dan sederajat. Ketiga, periode 2016-2020 diutamakan untuk daya saing regional. Terakhir, periode 2021-2025 semua program pendidikan tuntas untuk semua jenjang pendidikan.
Kepala dinas P dan K Jatim Rasiyo mengakui bahwa implementasi program pendidikan di setiap kota/kabupaten memang tidak sama. Semua tergantung karakteristik dan kondisi riil masing-masing daerah. Karena itu, keberadaan grand design diharapkan bisa memberi pedoman maupun referensi dalam menyusun rencana strategis (renstra) pendidikan di masing-masing wilayah. "Dengan begitu, arah kebijakan tidak melenceng dari grand design yang disusun," terang Rasiyo dalam telekonference itu.
Pendidikan Sepanjang Hayat
Dalam launching grand design pendidikan beberapa waktu lalu, Dinas P dan K memaparkan kondisi riil pendidikan di Jatim. Persoalan pertama yang diangkat adalah buta aksara di daerah pinggiran atau pesisir yang termasuk tinggi. Bersama Unesa, Dinas P dan K telah menggagas program keaksaraan fungsional. Yakni, dengan pengembangan kurikulum yang dikaitkan dengan ketrampilan yang dikuasai warga setempat. "Kurikulum yang kami disusun disesuaikan dengan kebutuhan warga," ujar Mochtar Basuki, Waka Dinas P dan K yang mendampingi Rasiyo waktu itu.
Program keaksaraan yang diterapkan merupakan pendidikan sepanjang hayat (longlife education). Dengan konsep ini, para warga belajar dengan mempertimbangkan kemauan (desire), kecakapan (ability), sarana dan infrastruktur (means), serta kebutuhan (needs). "Sedangkan pendekatan yang akan dipilih disesuaikan dengan kondisi warga belajar setempat," ujarnya.
Dia mencontohkan, pembelajaran yang diterapkan di Surabaya berbeda dengan wilayah lain. Sebab, wilayah Surabaya lebih berciri urban. Karena itu, pendidikan akan ditekankan berdasarkan pembinaan jiwa kewirausahaan. Dengan usaha tersebut, tingkat buta aksara dapat ditekan pada tahun 2009.
Masalah kedua adalah problem sertifikasi guru. Dikatakan Rasiyo, angin segar sempat berembus ketika santer terdengar akan segera disahkan Permendiknas. Namun, hingga kini kabar itu entah menguap kemana. Padahal, kualifikasi guru di Jawa Timur masih rendah. "Sertifikasi itu menggenjot para guru untuk meningkatkan kualifikasinya," terangnya.
Untuk diketahui, saat ini baru 10 persen guru di Jatim yang bersertifikasi S-1. karena itu, Dinas P dan K Jatim menargetkan 40 persen guru di Jatim sudah bergelar S-1 pada tahun 2009. Sehingga, tahun 2025 sesuai dengan target akhir grand design pendidikan, semua guru harus sudah bergelar S1.
Untuk mengejar target tersebut, Dinas P dan K siap memberikan pelatihan terhadap para guru di daerah. Untuk operasional pelatihan, Dinas P dan K telah memasrahkan ke Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Dijelaskan Martadi MSN, salah satu konseptor grand design pendidikan dari Unesa, Unesa siap mendatangi guru-guru di daerah untuk memberikan pelatihan.
Pelatihan itu, kata Martadi, terkait dengan peningkatan kualifikasi guru. Pasalnya, lanjut Martadi, kesempatan guru daerah untuk mengikuti seminar atau pelatihan sebagai poin plus sertifikasi guru terbilang minim. "Karena itu, kami jemput bola dengan memberikan kelas jarak jauh ke sana," terangnya.
Problem pokok pendidikan ketiga ialah belum meratanya tingkat pendidikan di Jatim. Masih ada beberapa daerah yang progesitas pendidikannya jauh tertinggal dengan kota-kota seperti, Surbaya, Malang, dan Sidoarjo.
Dikatakan Rasiyo, peningkatan pendidikan dapat dilihat kualitas output. Sedangkan aspek yang dominan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah peran guru, penerapan manajemen, fasilitas pendidikan, kurikulum yang diberlakukan, serta sistem pendidikan yang digunakan. "Karena itu, upaya strategis seperti peningkatan kompetensi guru mutlak diperlukan," ujarnya.
Dia menambahkan, upaya peningkatan mutu itu harus didukung dengan langkah ketiga berupa penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik. Menurutnya, peningkatan mutu pendidikan harus diiringi dengan kebijakan pemerintah yang efektif dan akuntabel. Karena itu, Dinas P dan K akan berusaha merealisasikan pembangunan pendidikan di Jawa Timur yang bersih dan bebas dari KKN. "Caranya dengan menunjukkan etos kerja serta disiplin kerja yang tinggi," tuturnya. (titik andriyani)
No comments:
Post a Comment